Disini si orang yang mati rasa, Joe.
Di tengah-tengah kerumunan manusia yang memiliki aura positif, tawa ada dimana-mana, semua orang tersenyum. Semua terlihat begitu bahagia.
Disini, Joe. Berdiri seperti mayat hidup.
Bukan, bukan karena penampilannya. Dia terlihat cukup keren dengan jas berwarna blue navy itu, kok.
Namun matanya tidak memancarkan sesuatu yang hidup.
"Joe! Berbahagialah! Buat dirimu senang disini!" temannya berucap.
Joe membalasnya dengan senyuman.
Joe sadar. Daripada disebut sebagai sebuah senyuman, itu lebih sebagai sekadar 'balasan' saja. Joe tidak mempunyai alasan apapun untuk benar-benar tersenyum meski hanya 1 detik. Jadi, senyum yang selama ini Joe lontarkan bisa terbilang palsu. Anggap saja ia hanya melakukan ‘tugasnya’ sebagai seorang manusia apa umumnya; bersosialisasi.
Joe sering mendapatkan itu. Kalimat penuh semangat dan motivasi dari orang-orang sekitarnya. Mereka berharap Joe mendapat hal baik dalam hidupnya. Atau yang paling mudah; agar Joe bahagia.
Kalimat-kalimat yang sarat akan anjuran menyerahkan segalanya untuk hidup. Banyak macam jenisnya. Joe bahkan pernah menerima sebuah puisi dari seorang teman pena.
Puisi yang tak rumit, membuat siapapun yang membacanya seperti mendapatkan dorongan untuk menginvestasikan 100% hidupnya agar berbahagia, seperti mendapatkan berkah. Layaknya engkau yang tiba-tiba berambisi untuk melakukan berbagai macam hal setelah menghadiri sebuah acara motivasi.
Tapi, hey, Joe ini tidak hidup.
Kalimat-kalimat manis itu bahkan terlihat enggan mendekati Joe.
Jadi, Joe merasa tergelitik.
Setiap kali membaca, mendengar, menerima kalimat seperti; "Kamu harus bahagia, Joe!"
Joe agaknya sedikit tertawa.
Itu menggelikan baginya.
Joe, terlalu menyedihkan.
Joe, tidak tahu apa itu bahagia.
Joe, tidak hidup.
Joe merasa bahwa hal baik apapun itu, membuat dirinya menjadi yang sosok aneh dan ia merasa takut.
Tetapi, satu hal yang membuat Joe masih seorang manusia; nurani.
Joe memiliki nurani yang masih bangun dan utuh.
Mungkin satu-satunya dzat yang selalu bersama Joe.
Nurani Joe bilang bahwa ia ingin Joe juga merasa bahagia. Menerima kebaikan manusia lain. Hidup dengan semestinya.
Joe sesekali mendengar mereka.
Karena itu nurani milik Joe, terkadang Joe ikut merasakan apa yang nurani nya rasakan.
Jika nurani Joe merasa bahwa Joe harus berbahagia, maka mayat hidup seperti Joe tiba-tiba saja bermimpi bahwa ia ingin merasa bahagia. Itu seperti menggerakkannya begitu saja. Joe merasa aneh, namun, ia agaknya berterimakasih.
Joe kerap menangis setiap kali mendengar nurani nya sendiri.
Joe sendiri tidak tahu mengapa ia bisa mengeluarkan air mata. Aneh dan ajaib bagi Joe untuk bisa menangis.
Joe merasa bahwa nurani nya lah yang membantunya untuk menjadi sosok yang lebih hidup dan tidak membuatnya menjadi orang yang jahat.
Nurani nya seakan tak ingin Joe sekadar hidup dengan bernapas dan berkedip saja.
Bagaimana Joe menangani kedua hal itu? Perasaan mati rasa dan keinginan nurani Joe agar Joe bisa bahagia?
Ibarat Joe saat ini adalah sebuah layangan. Ditarik kesana-kemari tak tahu arah pasti.
Tidaklah mudah untuk tidak merasakan apapun dengan nurani mu yang terus berteriak di saat yang bersamaan.
Tapi Joe tahu, yang Joe butuhkan adalah dirinya sendiri.
Joe tidak menganggap dirinya buruk, tidak juga menganggap dirinya istimewa.
Setidaknya, seperti itu sudah cukup untuk saat ini.
Jadi, jika kamu penasaran bagaimana hidup Joe saat ini; ia cukup baik-baik saja.
Singkat saja.
"Apa Joe saat ini sudah bahagia?"
Joe, yang terlihat sudah tumbuh dari sebelumnya, menjawab; "belum."
Dengan untuk pertama kalinya, ia tersenyum dengan tulus.
Apa kau sadar? Ia menjawab ‘belum.’
Tidak seperti sebelumnya, yang bahkan ia enggan menjawab pertanyaan semacam itu.
"Mungkin nanti. Tidak apa-apa."
Joe masih hidup dengan hal-hal kompleks dalam dirinya.
Tetapi ia tetaplah Joe.
Saat ini, Joe tengah berusaha untuk menjadi manusia– dan untuk meraih kebahagiaannya.